Ibnu Arabi: Sufi Kontroversi

   


Ibnu ‘Arabi adalah sosok sufi yang banyak mendapatkan kritikan dan tuduhan tajam. Bahkan, sebagian ulama ada yang mengatakan, "Ma Ikhtalafal ulama’u fi ahadin ka ikhtilafihim fi Muhyidin Ibnu ‘Arabi", tak ada satupun seseorang yang lebih kontrovesional di kalangan para ulama yang melebihi Ibnu Arabi.

Salah satu tuduhan yang terkenal dialamatkan kepada sosok Ibnu Arabi adalah ajaran “Wihdatul Wujud” yang beliau kenalkan, sehingga ketika nama wihdatul wujud disebutkan, maka yang terlintas di telinga pendengar adalah nama Ibnu ‘Arabi, sang pencetus.

Pada dasarnya ungkapan Ibnu Arabi lebih banyak dipahami dengan pemahaman yang salah dari pada dipahami dengan pemahaman yang benar seperti yang dimaksud beliau. Kesalah pahaman atau lebih tepatnya, ketidak mampuan memahami wejangan Ibnu Arabi, disebabkan karena banyaknya orang-orang yang tidak kenal istilahat sufi saat mereka membaca karya-karya sufi, akhirnya mereka memahami sendiri tulisan para sufi yang berkaitan dengan hakikat atau adzwaq.

Mereka tidak menyadari kaidah "Likulli Qaumin Mushthalahatuhum", bahwa setiap kaum, setiap komunitas, memiliki istilah atau bahasa tersendiri. Bagi kaum sufi, mereka sengaja mencampuri perkataan-perkataannya dengan al-Ghazz(ungkapan-ungkapan teka-teki) atau at-Tauriyah (perkataan-perkataan yang memiliki banyak makna), dan yang mampu memahaminya adalah golongan mereka sendiri.

Apa yang para sufi lakukan ini semata-mata karena mereka sulit untuk mengungkapkan perasaan hati (cinta kepada Allah) yang terkadang  membawa mereka kepada maqam atau derajat al-Fana Fillah dengan ungkapan yang jelas. Jika ada seorang laki-laki sangat mencintai seorang wanita kemudian dia memuja dan menyanjung kekasihnya tersebut, maka kata-kata yang keluar dari mulut laki-laki itu kerapkali banyak mengandung unsur kekufuran.

Lelaki itu akan mengatakan, “Engkau segalanya bagiku, engkau hidup matiku, engkau nyawaku (ruhku), engkau adalah diriku dan aku adalah dirimu”, dan seterusnya. Adakah yang mempermasalahkan ungkapan tersebut?!

Ibnu ‘Arabi adalah imam dalam ilmu Tasawuf. Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang tidak dapat difahami sendiri dengan modal membaca secara otodidak. Banyak ulama mengatakan bahwa imam Ibnu ‘Arabi memiliki perkataan yang berada pada tingkatan tinggi, yang tidak dapat dipahami kecuali oleh orang yang berada pada tingkatan beliau.

Ibnu Arabi sendiri pernah mengatakan, “Man lam yasyrab masyrabana haruma 'alaihi qiro’atu kutubina", siapa yang tidak merasakan minuman kami –maksudnya masuk ke dalam golongan  sufiyyah untuk mengikuti tarbiyah-, ia haram membaca buku-buku kami".

Salah satu perkataan Ibnu ‘Arabi yang menuai kontroversi dan sulit dipahami oleh kalangan awam dan bahkan ulama, adalah:

“Asal semua ciptaan adalah tiga (tatslits), satu tidak dapat menghasilkan sesuatu. Dua adalah awal daripada bilangan dan dari dua tidak dapat menghasilkan sesuatu selama tidak ada unsur ketiga yang menghubungkan di antara keduanya.”.

Ungkapannya ini banyak menuai kritik. Salah satu ulama yang mengkritik adalah Syekh Muhammad Ghazali (bukan Imam Ghazali). Ia berkomentar: “Seumur hidup, saya belum pernah membaca perkataan yang lebih jelek dari ungkapan ini. Tidak diragukan lagi bahawasanya perkataan ini adalah justifikasi diperbolehkannya akidah trinitas pada agama terdahulu (Nasrani). Inilah ajaran trinitas ala Nasrani yang disematkan ke dalam Islam dan ajaran ini adalah kufur berdasarkan firman Allah, "Laqad Kafara al-ladzina qalu innallaha tsaalitsu tsalatsah", sungguh kufur orang-orang yang berkata bahwa Allah itu adalah trinitas”.

Kritik atau tuduhan Syekh Muhammad Ghazali dan beberapa orang lainnya itu, jelas menunjukkan ketidak mampuan mereka memahami wejangan Ibnu Arabi, sang imam sufi penuh misteri. “Satu yang dimaksud oleh Imam Ibnu ‘Arabi adalah Dzat Allah. Dua yang dimaksud Ibnu Arabi adalah Sifat Allah. Tiga yang dimaksud Ibnu ‘Arabi adalah Af'al Allah”.

Jadi, yang dimaksud bahwa ciptaan itu bersumber dari tiga adalah segala ciptaan dihasilkan dari Af'al Allah bukan dari Dzat Allah, karena dzat Allah menghasilkan Sifat Allah, Sifat Allah menghasilkan Af'al Allah, dan Af'al Allah menghasilkan semua ciptaannya. Perkataan ini dikenal dengan istilah Tauhid Martabah. Penjelasan ini sesuai dengan syariat dan akal. Di dalam al-Quran banyak disebutkan af'al Allah yang memiliki makna menciptakan, memberi rezki, menurunkan rahmat dan lain-lain.

Sedangkan secara akal, adalah jika makhluk keluar dari Dzat Allah maka makhluk itu adalah bagian daripada Allah dan dia memiliki sifat Qadim. Sebagaimama seorang anak adalah bagian dari dzat ayah dan ibu. Hal ini  tentu tidak sesuai dengan akidah islam. Oleh karenanya, apa yang dimaksud tatslits (trinitas) dari ungkapan Ibnu ‘Arabi bukanlah trinitas yang difahami oleh Nasrani  yaitu Tuhan Bapa, Tuhan ibu Maryam, atau Ruh Qudus dan Tuhan Anak (Nabi Isa as).

Tatslits yang dikenalkan Imam Ibnu Arabi sesungguhnya adalah pemahaman beliau dari kalimat Basmalah, “Bismillahir rahmanir rahiiim”. Allah= Dzat, ar-Rahman= Sifat, ar-Rahiim= Af’al.

 بسم الله الرحمن الرحيم  . الله = الذات, الرحمن = الصفة ,الرحيم = الفعل 

Ada juga yang berpendapat bahwa “Allah” dalam Basmalah itu bukan Dzat, tapi Isim. Sedangkan Dzat-Nya adalah begitu sirri, begitu rahasia, sehingga hanya bisa dilihat atau dipahami hanya dengan mata hati (bashirah) orang-orang sufi yang selalu membersihkan hati. Ibnu Arabi adalah salah satunya. Qaddasallahu sirrahu wa sirrana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Gondrongers

ZAAD AL MA'AD